Kekuasaan
menimbulkan kehausan akan darah, bahkan saudara sedarahmu yang darahnya adalah
darah yang sama yang mengaliri tubuhmu, yang kini hanyalah sebagai pelepas
dahaga jiwamu, yang kau ubah menjadi sesuatu yang halal untuk sebuah hak
istimewa, kemasyuran, kejayaan, sebuah tahta yang luar biasa.
Bila
Remus mampu membunuh Romulus, saudara kembarnya demi sebuah keagungan. Agar
dalam sejarah namanya terukir indah sebagai pendiri kota Roma, maka kisah kita
nyaris tak berbeda, saudaraku. Hanya saja aku tak pernah membunuhmu,
kematianlah yang datang padamu dan memberikan hidup untuk tubuh sekaratku, aku
berhutang padamu., walau tanpa izinmu tapi hati itu kini berada dalam tubuhku,
separuh bagian berharga dari dirimu, tapi…memang tak hanya itu, nama hingga
tahtamupun kini menjadi milikku walaupun ini tak pernah jadi inginku.
Inilah
yang kubayar untuk sebuah kehidupan, kematian memilihmu, alih-alih aku, walau
raga ini milikku tapi aku tetaplah diri, saudaraku. Kita berbagi tubuh walau
tak ada yang pernah tahu, tapi bila kau hidup dalam tubuhku, laranganku
hanyalah satu, selain itu lakukanlah sesukamu, kecuali itu… jangan pernah lukai
putriku.
***
Papa tak datang padaku,
padahal dia berjanji akan melewati sarapan bersamaku. Sepertinya dia sarapan
lebih dulu, dan pergi dengan terburu-buru. Di meja makan aku menemukan sesuatu.
Kertas yang di remas, dengan tulisan, entah apakah sebuah pesan? Tak ingin
kupikirkan!
Aku menikmati sarapanku dengan otak
yang penuh penyesalan. Apakah Papa marah padaku? Ataukah? Sekarang papa malah
membenciku? Setelah sikap emosional menyebalkanku semalam.
“Gadis?” seseorang entah siapa
tiba-tiba muncul begitu saja di depanku. Dia menatapku, ada keanehan dimatanya
saat memandang sosokku.
“Ya?”
“Putri pak Ardian?”
“Adrian!” aku mengoreksinya
Tampangnya agak kebingungan
“Ardian…Adrian, whatever!” Dia menggaruk kepalanya, gayanya salah tingkah“Jangan
takut, gue nggak gigit!” katanya cuek, dan tanpa tedeng aling-aling, dia duduk
di kursi papaku, seharusnya ada yang mengajarkannya tata krama! Sekarang,
dengan seenaknya, dia mencomot Croissant lalu
mengunyahnya. Aku tak mengundangnya untuk sarapan bersama!
“Kamu siapa?”
“Nggak penting”
“Maksud kamu kemari?”
“Nggak tau !”
“Lalu?”
“Boleh tanya sesuatu?” dia bertanya
dengan tampang serius. “Apa yang sedang kalian mainkan?” Sebelah alisnya lebih
tinggi dari alis lainnya. Tampang skepstis. Ekspresi yang tak kusukai. “Drama
apa?”
“Kita hanya memainkan kisah dongeng”
gumamku, aku yakin dia tak mendengarku.
“Jangan bergumam”
“Jangan melarangku!”
“Sebenarnya aku tak mau”
“Katakan apa maksudmu kemari?”
“Menemuimu, dibawah perintah papamu.
Aku tak melihat perlunya menjagamu” aku tak mengerti apa yang dikatakannya.
Tapi aku tahu dia akan berpendapat aku gadis yang aneh, sedari tadi dia
memperhatikan tutu-ku, rok baletku.
“Well,
bisakah kamu jelaskan dengan bahasa manusia?” aku memutar bola mata.
“Seandainya bukan Pak Ardian yang
menelpon pagi buta tadi, aku tak akan mau merepotkan diri begini. Aku lebih
suka kalo beliau menjadikanku kurirnya. Pengantar pesan, seperti pekerjaanku
sebelumnya. Bukan menjaga putrinya yang manja. “
“Untuk apa kamu menjagaku? Aku punya Nanny, dan lihatlah! Aku cukup aman di
dalam sini. Tembok-temboknya cukup tinggi untuk melindungiku” Saat mengatakannnya
aku malah sedikit mengasihani diri sendiri.
“Apa kamu punya masalah kejiwaan? atau
mengalami gangguan sosial? Sehingga memilih home
schooling? Tapi kabar baiknya, kamu akan bersekolah di sekolah formal” aku
merasa ingin memeluk cowok menyebalkan di depanku, tapi kuurungkan saat dia
menyambung lagi kalimatnya. “ Dan kabar buruknya, aku akan menjagamu. Jujur aku
menyukai sekolah lamaku, bukan sekolah orang-orang kaya kayak kalian.” Si cowok
itu mengeluarkan sebuah kartu, dengan tulisan.
Sebuah kebebasan
Untuk Putriku
Love
Papa
“Itu bukan tulisan papaku!”
aku memprotesnya.
“Secara teknis itu tulisanku, tapi
papamu mendiktekan begitu via telepon. Katanya dia pergi, dan aku diminta untuk
menjagamu. Besok pagi aku akan menjemputmu kita akan ke sekolah baru, walau
sebenarnya dengan mobilmu. Saranku satu, tolong jangan merepotkanku!”. Dan dia
berlalu dengan sejuta pertanyaan berputar di kepalaku.
aku pengen ketawa hahahahaha ada cewek sarapan pake rok balet diliatin cowok ga punya sopan santun hahahaha
BalasHapushaha,aneh kan?
BalasHapusmenyimak mbak blognya...hehe..bacanya mulai darimana ea..
BalasHapusdarimana aja boleh, ada cerpen, ada novel, ada serial, baca yang kamu suka aja, hehehe, makasi udah mengunjungi :D
BalasHapushehehe
BalasHapuslanjutt lagii ke 4...
*maratoonn oiii