Date a girl who reads

Date a girl who reads

Sabtu, 21 Januari 2012

Rahasia Gadis (35)



(Gadis)


Aku memikirkan beberapa hal dalam waktu bersamaan; Raken, tentu saja, aku merindukannya. Anak-anak di panti asuhan, apakah mereka akan menyukaiku atau aku akan bernasib sama seperti aku yang ditolak oleh teman-teman sekolahku, dan juga ibu Lestari, entah kenapa…seolah ibu Lestari …tak mampu kuungkapkan. Aku hampir lupa, aku juga memikirkan papa, untunglah segalanya menjadi lebih masuk akal sekarang.

Hari ini aku ingin berjalan-jalan di sekitar sekolah, aku tak berniat mengunjungi kantin, aku menghindarinya, suara-suara dan tatapan banyak orang disana tidak begitu kusuka sama sekali tak ramah. Mungkin aku perlu mengunjungi tempat lainnya, perpustakaan misalnya.
“Hey” seseorang menyapaku, aku mengenalnya, namanya…Enzo
“Hey”aku balas menyapanya, aku memandangnya agak mendongak, seperti aku memandang Raken, apakah para cowok harus selalu bertubuh tinggi, dan aku harus selalu mendongak dan berjinjit? Oh sudahlah mungkin akulah yang terlalu mungil.
“Nggak pernah keliatan di sekolah belakangan ini” itu pertanyaan ataukah pernyataan, sulit kutentukan.
“Yeah” aku menjawabnya cuma dengan kata ‘yeah’ itu saja, sambil merapikan rambutku yang membandel, menahannya di belakang telinga.
Dia menatapku lama, mungkin menunggu jawaban yang sedikit lebih panjang.
“Kerabatku meninggal”
“Turut berduka cita”
“Terima kasih”
“Seandainya gue tau mungkin gue bisa mengirimya karangan bunga” bercanda atau serius, kupilih menganggap perkataannya tak lebih dari basa-basi.
Well, terima kasih Enzo” aku mencoba untuk mengabaikan cowok ini dengan berpura-pura antusias pada sebuah buku tebal dan berdebu. Aku meniup debunya dan Enzo terbatuk, sorry aku tak sengaja melakukannya, tak kuucapkan permintaan maafku, hanya sedikit menatapnya dengan tatapan menyesal.
“Yeah seandainya kamu mengetahuinya, kupikir aku juga harus mengatakan bahwa Anggrek bulan adalah bunga kesayangannya” aku melihat rangkaian indah anggrek bulan di kamar ibu Lestari setelah pemakaman, anehnya aku tak tau aku mengapa aku harus mengatakan hal ini.
“Nice…”
“Punya bunga favorite?” dia bertanya
“Elo mau mempersiapkan untuk menjadikannya karangan bunga dengan tulisan turut berduka cita?” terdengar seperti ejekkan dan sindiran padahal dalam hati aku mengharapkan hal itu terdengar seperti sebuah candaan.
“Selera humor yang bagus” dia tertawa
“Yeah, nggak kayak gitu juga, cuma gue pikir, setiap cewek suka bunga” dia tersenyum saat mengatakannya, senyumnya manis, giginya agak tak rata, ginsulnya terlihat ketika senyumnya  mengembang.
“Bagaimana kalo aku tak seperti cewek lainnya?” aku mencoba membuatnya lebih berusaha bersabar dalam menghadapiku.
“Nggak ada seorang cewekpun yang bakalan nolak rangkaian mawar dengan coklat, teddy bear, dan kartu bertuliskan pesan romantis” dia tertawa mengejek, merasa diri sudah menang.
“Mungkin itu ampuh untuk cewek lainnya, tapi tidak denganku” aku mencoba mengabaikannya dengan berjalan cepat-cepat menuju ke rak buku lainnya, sialnya dia mengikutiku. “Mungkin cewek cantik yang duduk bersamamu di kantin dulu, akan menyukai idemu”
Dia terkekeh “Namanya Aimee”
“Cantik” aku memujinya, tulus.
“Elo? Jelita!” dia malah memujiku
“Terima kasih, usaha yang bagus”
Dia terkekeh “Agak sulit rupanya”
“Apanya?” aku bertanya, tak mengerti
Well, PDKT”
“Usaha yang bagus, tapi kayaknya nggak bakal cukup berhasil, saranku menyerahlah” aku mencoba bersikap menyebalkan, aku ingin agar cowok ini pergi. Aku tak terlalu suka padanya walau dia cukup….okay, keren. Cowok dengan tampang khas playboy sekolah, aku harus hati-hati dengannya jika tak ingin mendapat masalah.
“Sayangnya…itu nggak mudah”
Dia tertawa “Nggak mudah bukan berarti nggak mungkin kan?”
Dia berlalu, dengan memberikan senyum yang membuatku bertanya-tanya.
Bagiku sekolah memang bukan hanya tempat untuk belajar. Sekolah bisa jadi adalah  sebuah kehidupan dalam bentuk mini. Mungkin akan bijaksana, bila aku tau bagaimana cara bersikap yang benar, satu kesalahan sederhana bisa membuatku salah langkah, dan langkah yang salah bisa jadi sebuah petaka. Setidaknya aku mencoba bersikap seperti apa yang dianjurkan oleh hatiku, aku percaya apapun yang dikatakan hatiku adalah hal yang benar, hatiku tidak pernah mengkhianatiku. Aku tau itu.









2 komentar:

  1. memang masih banyak yang tidka dia mengerti.


    *pandangancowok :D

    Nice, citra. Lanjut.

    BalasHapus
  2. beda sudut pandang beda cara memahami yak :D

    makasiii yak sudah membaca :D

    BalasHapus