(Gadis)
Aku memikirkan beberapa hal dalam waktu bersamaan;
Raken, tentu saja, aku merindukannya. Anak-anak di panti asuhan, apakah mereka
akan menyukaiku atau aku akan bernasib sama seperti aku yang ditolak oleh
teman-teman sekolahku, dan juga ibu Lestari, entah kenapa…seolah ibu Lestari …tak
mampu kuungkapkan. Aku hampir lupa, aku juga memikirkan papa, untunglah
segalanya menjadi lebih masuk akal sekarang.
Hari ini aku ingin berjalan-jalan di sekitar sekolah,
aku tak berniat mengunjungi kantin, aku menghindarinya, suara-suara dan tatapan
banyak orang disana tidak begitu kusuka sama sekali tak ramah. Mungkin aku
perlu mengunjungi tempat lainnya, perpustakaan misalnya.
“Hey” seseorang menyapaku, aku mengenalnya, namanya…Enzo
“Hey”aku balas menyapanya, aku memandangnya agak
mendongak, seperti aku memandang Raken, apakah para cowok harus selalu bertubuh
tinggi, dan aku harus selalu mendongak dan berjinjit? Oh sudahlah mungkin
akulah yang terlalu mungil.
“Nggak pernah keliatan di sekolah belakangan ini”
itu pertanyaan ataukah pernyataan, sulit kutentukan.
“Yeah” aku menjawabnya cuma dengan kata ‘yeah’ itu
saja, sambil merapikan rambutku yang membandel, menahannya di belakang telinga.
Dia menatapku lama, mungkin menunggu jawaban yang
sedikit lebih panjang.
“Kerabatku meninggal”
“Turut berduka cita”
“Terima kasih”
“Seandainya gue tau mungkin gue bisa mengirimya
karangan bunga” bercanda atau serius, kupilih menganggap perkataannya tak lebih
dari basa-basi.
“Well,
terima kasih Enzo” aku mencoba untuk mengabaikan cowok ini dengan berpura-pura
antusias pada sebuah buku tebal dan berdebu. Aku meniup debunya dan Enzo
terbatuk, sorry aku tak sengaja
melakukannya, tak kuucapkan permintaan maafku, hanya sedikit menatapnya dengan
tatapan menyesal.
“Yeah seandainya kamu mengetahuinya, kupikir aku
juga harus mengatakan bahwa Anggrek bulan adalah bunga kesayangannya” aku
melihat rangkaian indah anggrek bulan di kamar ibu Lestari setelah pemakaman,
anehnya aku tak tau aku mengapa aku harus mengatakan hal ini.
“Nice…”
“Punya bunga favorite?” dia bertanya
“Elo mau mempersiapkan untuk menjadikannya karangan
bunga dengan tulisan turut berduka cita?” terdengar seperti ejekkan dan
sindiran padahal dalam hati aku mengharapkan hal itu terdengar seperti sebuah
candaan.
“Selera humor yang bagus” dia tertawa
“Yeah, nggak kayak gitu juga, cuma gue pikir, setiap
cewek suka bunga” dia tersenyum saat mengatakannya, senyumnya manis, giginya
agak tak rata, ginsulnya terlihat ketika senyumnya mengembang.
“Bagaimana kalo aku tak seperti cewek lainnya?” aku
mencoba membuatnya lebih berusaha bersabar dalam menghadapiku.
“Nggak ada seorang cewekpun yang bakalan nolak
rangkaian mawar dengan coklat, teddy bear, dan kartu bertuliskan pesan romantis”
dia tertawa mengejek, merasa diri sudah menang.
“Mungkin itu ampuh untuk cewek lainnya, tapi tidak
denganku” aku mencoba mengabaikannya dengan berjalan cepat-cepat menuju ke rak
buku lainnya, sialnya dia mengikutiku. “Mungkin cewek cantik yang duduk
bersamamu di kantin dulu, akan menyukai idemu”
Dia terkekeh “Namanya Aimee”
“Cantik” aku memujinya, tulus.
“Elo? Jelita!” dia malah memujiku
“Terima kasih, usaha yang bagus”
Dia terkekeh “Agak sulit rupanya”
“Apanya?” aku bertanya, tak mengerti
“Well,
PDKT”
“Usaha yang bagus, tapi kayaknya nggak bakal cukup
berhasil, saranku menyerahlah” aku mencoba bersikap menyebalkan, aku ingin agar
cowok ini pergi. Aku tak terlalu suka padanya walau dia cukup….okay, keren.
Cowok dengan tampang khas playboy
sekolah, aku harus hati-hati dengannya jika tak ingin mendapat masalah.
“Sayangnya…itu nggak mudah”
Dia tertawa “Nggak mudah bukan berarti nggak mungkin
kan?”
Dia berlalu, dengan memberikan senyum yang membuatku
bertanya-tanya.
Bagiku sekolah memang bukan hanya tempat untuk
belajar. Sekolah bisa jadi adalah sebuah
kehidupan dalam bentuk mini. Mungkin akan bijaksana, bila aku tau bagaimana
cara bersikap yang benar, satu kesalahan sederhana bisa membuatku salah
langkah, dan langkah yang salah bisa jadi sebuah petaka. Setidaknya aku mencoba
bersikap seperti apa yang dianjurkan oleh hatiku, aku percaya apapun yang
dikatakan hatiku adalah hal yang benar, hatiku tidak pernah mengkhianatiku. Aku
tau itu.
memang masih banyak yang tidka dia mengerti.
BalasHapus*pandangancowok :D
Nice, citra. Lanjut.
beda sudut pandang beda cara memahami yak :D
BalasHapusmakasiii yak sudah membaca :D