(Ardian-Adrian)
***
Jatuh
cinta adalah sebuah gagasan hebat, sensasi rasa yang kualami sungguh mampu
menjadikanku sesuatu yang bukan aku, tak pernah kutau ternyata rasanya bisa
sangat memabukanku, tapi setelah menyadarinya, rupanya aku agak sedikit keliru.
Ada rasa lain yang lebih menggembirakanku, yaitu…rasa cemburu.
Dari balik kaca mobil mewahku, aku melihatnya
bekerja banting tulang di bawah panasnya matahari yang menyengat tanpa ampun
siang ini. Semangat dan kegigihannya layak untuk mendapatkan hal yang lebih
baik daripada menjadi kuli bangunan, dengan banyak mengeluarkan tenaga tapi
mendapatkan upah yang tak seberapa.
Pemuda itu, pemuda yang hatinya punya
ruang khusus untuk gadis kecilku.
“Jangan menaruh simpati padanya!”
Bentakan kasar itu berasal dari dalam otakku.
“Adrian…aku mencoba bersikap
manusiawi!” aku membisikinya melalui hati.
“Dan aku hantu tanpa perasaan memang
tak bisa melihat dari sudut pandang manusia!”
“Adrian berhentilah bersikap dramatis,
kamu cuma terlalu mencintai Gadis!” aku mencoba mengingatkannya.
“Selamat kamu akhirnya menyadari bahwa
cinta itu indah” aku mengejeknya, dalam diriku dia merasa marah dan yang
kutahu posisi kami berubah.
“Ardian…bisakah kita berhenti membahas
afeksi, itu bukan topik favorite-ku!”
tak ada suara di sana, aku tau terlalu lama tersadar dan mengambil alih posisi menjalankan
fungsi manusia membuatnya lelah, aku merasakan saudaraku terlelap dalam diriku.
Dia
bilang aku mulai menyadari bahwa cinta itu indah…benarkah seindah yang
dipikirkannya?
Jatuh
cinta adalah sebuah gagasan hebat, sensasi rasa yang kualami sungguh mampu
menjadikanku sesuatu yang bukan aku, tak pernah kutau ternyata rasanya bisa
sangat memabukanku, tapi setelah menyadarinya, rupanya aku agak sedikit keliru.
Ada rasa lain yang lebih menggembirakanku, yaitu…rasa cemburu.
Aku
tau aku menikmati cemburu yang kumiliki, yang merubah cinta menjadi benci.
Permainan bodoh masa lalu, saat kami saling bertukar peran, aku jadi Ardian dan
Ardian menjadi diriku. Keidentikan diantara kami bisa jadi berkah juga musibah,
manakala satu cinta itu pada orang yang sama …Tiara, ingin aku kembali lagi,
muncul di hadapannya sebagai seorang pemberani, mengatakan segalanya,
menyelamatkan yang telah terlewati, tapi…
“Adrian jangan!” sial, Ardian
terbangun lagi, dia membaca pikiran terdalamku.
“Berhentilah bersikap seperti
pengecut!” Aku berteriak, suaraku seakan memecah gendang telingaku.
“Siapa yang lebih pengecut?”
pertanyaannya membuatku muak.
“Pengecut itu adalah, seseorang yang
jatuh cinta pada wanita yang dicintai oleh saudaranya tapi terlalu malu untuk
mengakuinya…Adrian…seandainya dulu kamu mengatakannya?” apa yang dikatakan oleh
makhluk dalam otakku? tak ingin kumengerti!
“Sudah terlewati, kita lupakan saja!”
aku ingin menyudahi pembicaraan ini.
“Pengecut itu…adalah seseorang yang
merebut kehormatan wanita yang dicintainya dengan cara seperti hewan mencabik
mangsanya!” Ardian mulai kelewatan! Tak ingin menyangkal apa yang
dituduhkannya, tapi tak ingin pula menerimanya sebagai sebuah kebenaran.
“Pengecut! Bisakah sekarang kamu
datang pada Tiara dan mengatakan segalanya?” suara dalam otakku menghakimiku
secara keji!
Akan lebih mudah apabila makhluk dalam
otakku berada sebagai makhluk utuh yang berada di depanku, sehingga tak sulit bagiku
untuk membalasnya dengan cara yang wajar, aku merasa seperti penderita Schizophrenia
parah. Tak kuasa kutahan amarah, aku mengambil langkah gegabah, aku melakukan
hal yang gila mengemudikan mobilku secara tiba-tiba lalu menabrakkannya pada
pohon besar di depan sana.
Sebelum kegelapan itu datang, aku
merasakan satu hal, bahwa tawa manja Gadis perlahan menghilang dan berganti
menjadi isakan tangis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar