(Rakendra)
Ada
kalanya ketika kita harus membuang rasa benci
Bahkan
pada orang yang pernah membuat kita sakit hati
Aku tak menyangka, sungguh cepat roda
itu berputar, beberapa hari yang lalu, aku menjadi seseorang yang bukan diriku,
menikmati kehidupan mewah sesaat, serasa putra seorang raja, tapi lihatlah aku
sekarang! Sibuk menjadi kuli bangunan, meneteskan begitu banyak peluh,
merasakan panasnya sinar matahari langsung ke kulit, dan kelelahan luar biasa
yang harus kutahan. Terkadang aku masih ingin berada di sana, bukan karena
kemewahan dan kenyamanan pekerjaan yang kujalankan, walaupun bersifat seperti
penipuan, tapi yang jelas, pekerjaan itulah yang membuatku menemukan seorang
gadis, tempat aku memilih untuk menyerahkan hatiku padanya, aku masih ragu apakah
dia menyimpan rasa yang sama, tapi hati tak mungkin salah, takkan pernah
berdusta, mungkin aku hanya perlu mempercayainya.
Aku masih ingat bagaimana Gadis
menangis dan tertawa, membuatku kesal, membuatku cemas, dan gelisah. Betapa
inginnya aku berada di sana sekarang, disisinya, menjaganya. Tapi percuma,
takkan pernah bisa, papanya menganggapku tak lebih dari sampah yang terlalu
berani mendekati putrinya, sadarlah Rakendra! Buruh bangunan takkan sanggup
menghidupi putri raja!
Aku kembali bekerja, mondar-mandir
membawa ember yang berisi campuran pasir, semen dan air. Pekerjaan ini tidaklah
mudah tapi juga penghasilannya sangat payah, aku berharap akan menemukan
pekerjaan yang lebih baik nantinya.
Tanpa terduga, tiba-tiba saja suara
hantaman keras mengagetkanku, dua buah ember ditanganku terlepas begitu saja,
ya ya ya, pak mandor akan memarahiku, dan memotong habis upahku hari ini, sial,
kucari sumber suara yang membuatku terpaksa harus bekerja sia-sia hari ini, sebuah
mobil Jaguar berwarna hitam baru saja menabrak sebatang pohon tak jauh dari
tempatku mengais rupiah yang kini menguap begitu saja. Sebuah kecelakaan
tunggal yang naas. Aku tak lagi memikirkan adonan semenku yang tumpah, ada
seseorang di dalam mobil sana yang nasibnya jauh lebih buruk dari nasibku.
Spontan orang-orang berlarian
menghampiri mobil itu, akupun ikut serta menjadi satu dari sekian orang yang langsung
membentuk kerumunan itu. Banyak komentar terdengar, beberapa menyayangkan
mobilnya, beberapa mempertanyakan bagaimana kecelakaan itu bisa terjadi, beberapa
juga mengkhawatirkan korban, banyak suara dan komentar-komentar mulai bising
terdengar kupingku. Aku penasaran ingin tau siapa korbannya.
Ambulance
dan polisis lalu lintas segera berada di lokasi kejadian, dan beberapa orang
langsung membuka pintu mobil untuk menyelamatkan korban kecelakaan itu. Tak
pernah menyangkanya, orang yang menjadi korban kecelakaan adalah pak Adrian! Orang
yang begitu membenciku karena aku mencium putrinya di malam paling indah dalam
hidupku minggu lalu. Tak tau harus mengambil sikap apa, tapi lidahku punya
inisiatif sendiri.
“Saya kenal korbannya, saya pernah
bekerja padanya” Lidahku mengkhianatiku, dan aku ikut mobil ambulance membawanya ke rumah sakit,
dalam hati aku berdoa semoga dia baik-baik saja, entah mengapa melihat wajah
bekunya, sakit hati, marah, benci kecewa yang pernah kutujukan padanya menguap
begitu saja.
Aku sempat melihat sebuah handphone agak keluar dari sakunya,
kuambil, kuharap ini berguna, mungkin aku perlu mengabarkan putrinya tentang
apa yang dialami papanya, tapi aku tak tega, apalagi saat menatap wajah
cantiknya tersenyum bahagia di wallpaper handphone yang kini berada di
tanganku.
***
Aku sungguh tak
punya pilihan, Gadis tak boleh tau masalah ini, aku sudah melihat bagaimana
merananya dia kala ayahnya menghilang sebelumnya, jika saja aku begitu tega
mungkin aku akan mendatanginya mengabarkan kabar yang seperti mimpi buruk ini.
Gadis tak punya siapa-siapa selain ayahnya.
Mungkin langkahku salah saat mengambil
keputusan ini, tapi ketika aku benar-benar dipaksa untuk mengambil keputusan
secepat ini, jujur aku tak punya pilihan lain selain melangkahkan kaki menuju
rumah ibu Tiara, bagaimanapun juga pak Adrian mencintai ibu Tiara, dan aku …walau
tak begitu yakin tapi merasa bahwa diantara keduanya memang menyimpan kisah.
Dan sepertinya dugaanku tak salah,
karena ketika aku membawa ibu Tiara ke hadapan pak Ardian yang terbujur kaku
karena koma…jujur aku tak tau bagaimana menggambarkannya, ada air mata dan ada
juga bahagia, ada kerinduan yang ingin tertumpahkan, tak bisa terungkapkan oleh
kata manapun, kala kulihat ibu Tiara dengan segera menggengam tangan kaku pak
Adrian dan menatap sendu pada wajah yang entah mengapa tak lagi terlihat
seantagonis saat dia menyiksaku dulu. Tak ingin terlibat lebih jauh, aku
memilih keluar dari kamar perawatan itu, setidaknya walau keadaannya kritis dan
parah kini pak Ardian tak lagi di ruang ICU.
Aku merasa bahwa apa yang kualami
seperti adegan yang terjadi begitu cepat, aku hanya mengikuti apa yang harus
kuikuti dan aku tak tau bagaimana menghadapi hal ini, segalanya terlalu
tiba-tiba, sekilas ada tanya…apa yang pak Adrian lakukan, dan apa yang terjadi
hingga pak Adrian berakhir begini.
Aku lagi-lagi tak punya jawaban.
Dan sekarang, aku merogoh saku jeans
belelku dan mengeluarkan handphone pak Adrian, lalu menatap pada layar mungil
yang menampilkan wajah cantik Gadis, tanpa terolah otak, aku menuliskan sebuah
pesan
Papa, harus pergi beberapa waktu
Take care, Dear
Love u
Saat menuliskannya aku
memposisikan diri sebagai pak Adrian juga sebagai diriku sendiri, yeah, aku
memang pergi dari kehidupannya, sekarang tapi suatu saat nanti, saat aku sudah
cukup pantas, aku akan mendatanginya, tapi entahlah untuk pak Adrian, apakah
beliau bisa kembali menemui Gadis-nya, aku tak bisa membayangkannya, dan
membuang jauh pikiran terburukku.
Aku mengirimkan pesan itu kenomor yang
diberi nama, My Daughter. Dan berharap bahwa semuanya akan berjalan baik-baik
saja.
kasian si gadis, ceritanya makin seruuu haha ditunggu part berikutnya
BalasHapushehe jangan bosen yah kalo2 crtax kpanjgn :D
BalasHapus