(Aimee)
Pilih
berteman denganku atau mati bila mengkhianatiku?
***
Aku ingin mengutuk hidup yang
kujalani. Katakan saja aku tidak bersyukur, karena ya itulah jawabannya! Apa yang
kusyukuri dari kemunafikan terencanakan. Bau busuk bangke lebih bisa kutahan
dibanding bau busuk perbuatan hina mamaku. Dan papaku seperti buta! Oh tidak!!!
Papaku bersikap seperti anjing memuja majikannya! Panggil aku kasar, cewek
tanpa aturan ataupun…apa saja, terserah!
Aku membakar rokokku, menghisapnya
dalam-dalam, mencoba mencari ketenangan. Aku bahkan tak bahagia, ketika
Livinaku telah berganti menjadi Volvo, usaha papaku dalam meredam amarahku
memang tak murah, okay aku
menghargainya, tapi sayangnya dia sendiri tak menghargai dirinya, di balik
punggungnya istrinya melecehkannya!
Dan apa yang dia lakukan? Masih saja
bersikap seolah istrinya adalah dewi dari surga. Dunia memang gila, dan
kegilaan terparah datang dari dalam rumahku.
***
Kemarahanku memuncak, melihat
pemandangan paling memuakkan begitu aku menginjakkan kaki di sekolah, Coppelia
dan Enzo, berjalan beriringan di lorong sekolah, bukan jenis perjalanan yang
membuatku cemburu, karena mereka bahkan tak bergandengan tangan tapi ada
chemistry yang tak bisa kujelaskan yang seperti bersinar bagai glitter diantara mereka berdua, mereka
terlihat sempurna bersama. Aku tak ingin mengakuinya.
“Bukan pemandangan indah A?”
pertanyaan yang tak perlu kujawab, keluar dari bibir berminyak Nikita.
“Elo tau jawabannya!” aku menjawab
dengan setengah bosan, tak ingin kecemburuanku terlihat jelas.
“Gue punya ide brillian!” kata ide dan brillian yang keluar dari mulut
Sheza seperti sebuah lelucon parah, definisi dari kedua kata itu, kuyakini
pasti tak diketahui otak payahnya. Tapi ternyata aku salah. “Elo masih ingat
Alfan? Tunangan Coppelia?” entah mengapa pertanyaannya menggelitik naluriku.
“Tentu saja” otakku pasti mengingat
orang-orang dengan wajah patut dikenang, yeah yeah yeah, Alpan punya mata indah
dan bibir yang sempurna untuk dicicipi, bibirnya menggoda dan seksi!
“Coba tebak, dia ada dimana?” Sheza
mulai mengajakku berteka-teki.
“Zurich, tentu saja!” aku memutar bola
mataku.
“Bukan jawaban yang tepat, sayang”
Aku dan Nikita bertukar pandangan,
Sheza selalu mengesalkan, dan kali ini dia sudah kelewatan.
“Kalo elo berminat untuk membuat
semacam permainan atau yeah…kira-kira merusak permainan dengan menjalankan misi
dendam, mungkin elo bakalan suka ide gue! “ Kata-kata Sheza membuatku
penasaran.
Aku melemparkan pandangan mata tak
sabaran yang artinya bahwa detik ini juga Sheza harus memberiku jawaban yang
sebenarnya, secepatnya! Tatapan mata ini berarti perintah yang tak terbantah!
Sheza tertawa…mengejek, dan membuat
hatiku makin membara. Ada apa dengan si bodoh yang selalu menjadi ekorku?
“Aimee…elo seperti tube dress mahal yang sudah kehilangan trend, dan jujur gue muak dengan sikap bossy elo yang sok kuasa, gue benci jadi
bego di mata elo! Dan sekarang, gue akan menentukan langkah gue sendiri! Elo
bukan tuan putri yang segala keinginannya harus terpenuhi! Dan gue bukan lagi
tangan kanan elo!” Sheza berbicara dengan cepat dan benar-benar tak pernah
terpikirkan abdiku yang paling setia akan menjadi pemberontak bodoh seperti
ini.
“Aimee kidal” sahut Nikita merusak
suasana.
Aku menyadari bahwa Sheza ingin
membebaskan diri dariku, pergi meninggalkanku, melepaskan diri dari kekuasaanku,
dia pikir dia siapa? Dia hanya si bego yang harus bersyukur karena akulah yang
menjadikan dia orang paling berpengaruh di sekolah, walaupun aku tak perlu
menyangkal bahwa wajah cantik dan kekayaan ayahnya juga turut serta dalam hal
ini, tapi berteman denganku menjadikan dia menegaskan posisinya di tahta sosial
kehidupan payah siswa SMA!
“Oh Sheza sayang…” aku menunjukkan
wajah malaikatku. “ Elo berpikir bahwa elo adalah tangan kanan gue?” aku
menunjukkan tatapan teduh…” Seperti kata Nikita gue kidal, jadi gue nggak
menganggap elo seperti istilah tak harfiah dari tangan kanan, dan apabila elo
merasa bahwa gue memperlakukan elo seperti peri rumah dalam cerita Harry
Potter, elo jangan lupa siapa elo sebenernya, salah satu pewaris jaringan hotel
berbintang di Indonesia”
Dan lagi-lagi merusak suasanan Nikita
dengan tanpa berdosa berkata “Dan elo punya kakak seksi yang selalu pengen gue
pacari”
“Shut
up, Niki!” aku berteriak geram, emosi memang tak mudah ditahan.
“Elo pengen merusak persahabatan yang
telah kita bangun bersama?” aku bertanya dengan tatapan protagonisku yang
terbaik. “Gue pikir kita saudara perempuan dalam ikatan persahabatan, gue nggak
menyangkan bahwa elo menganggap gue sebagai little
Hitler sok kuasa penuh kekejaman yang menjadikan diri tak lebih sebagai anak
buah yang bisa seenaknya diperintah-perintah ?” aku menatap dalam padanya
memberinya keyakinan. “Elo tau Zha, gue sayang sama elo, elo seperti sodara
cewek gue, darah kita berbeda tapi ikatan persaudaraan diantara kita lebih kuat
dari coklat yang menempel di donat”
“Berhentilah bermain drama A!” Sheza
benar-benar serius “Gue muak jadi bagian dari hidup elo!” Sheza bersiap-siap
pergi, dan dia lupa berhadapan dengan siapa, kutahan langkahnya dengan menarik
paksa tangannya, sepenuh kekuatan yang kupunya kubuat dia bersandar tak
terlepas dari tembok tempatku mengunci tubuhnya. Aku memandangnya, memberinya
senyum , membelai pelan rambut ikal panjangnya, menjambaknya hingga dia
meringis kesakitan, mengeluarkan air mata dan mulai menyuarakan tangisan
permohonan, aku mulai membisikinya dengan kata-kataku yang manis dan berbisa. “Sheza
sayang…kamu boleh pergi tapi ingat jangan lupa rahasiamu bisa kubagi ke seluruh
negeri…bukan hal yang sulit kalo gue nyebarin fakta menjijikan tentang
orientasi seksual yang elo rasakan…elo seorang lesbi! Rahasia bukan lagi
rahasia…kalo elo memilih berperang melawan gue, terlalu riskan untuk mengambil
strategi yang salah…sayang…” aku memberinya sebuah kecupan sayang di pipi,
kurasakan pipinya yang basah dan terasa garam, saat lidahku mencicipinya. Sheza
menangis, dan aku meninggalkannya dengan sebuah penyesalan atas kebodohan yang
baru saja dia ciptakan.
Aku menggandeng Nikita mengajaknya
pergi, aku tau di belakang kami langkah-langkah kakinya yang bersepatu mahal
mengikuti, dan seperti anjing menjilat ludahnya sendiri…dia menawarkan diri
untuk berteman lagi, dan menawarkan sebuah penawaran yang berharga untuk sebuah
persahabatan yang tak ternilai harganya.
“Maaf…dan akan kukatakan apa yang bisa
kamu lakukan untuk menghancurkan Copelia” ucapan itu terdengar indah menyentuh
telinga, dan dengan ketulusan hati sahabat baik, aku berbalik dan memeluknya,
memberikan ucapan terima kasih. Pilih berteman denganku atau mati bila
mengkhianatiku?
setdah! parah bener haha
BalasHapushehehehehe parah banget :D
Hapus