Date a girl who reads

Date a girl who reads

Kamis, 26 Januari 2012

Rahasia Gadis (47)


(Aimee)
Pilih berteman denganku atau mati bila mengkhianatiku?
***
          Aku ingin mengutuk hidup yang kujalani. Katakan saja aku tidak bersyukur, karena ya itulah jawabannya! Apa yang kusyukuri dari kemunafikan terencanakan. Bau busuk bangke lebih bisa kutahan dibanding bau busuk perbuatan hina mamaku. Dan papaku seperti buta! Oh tidak!!! Papaku bersikap seperti anjing memuja majikannya! Panggil aku kasar, cewek tanpa aturan ataupun…apa saja, terserah!

          Aku membakar rokokku, menghisapnya dalam-dalam, mencoba mencari ketenangan. Aku bahkan tak bahagia, ketika Livinaku telah berganti menjadi Volvo, usaha papaku dalam meredam amarahku memang tak murah, okay aku menghargainya, tapi sayangnya dia sendiri tak menghargai dirinya, di balik punggungnya istrinya melecehkannya!
          Dan apa yang dia lakukan? Masih saja bersikap seolah istrinya adalah dewi dari surga. Dunia memang gila, dan kegilaan terparah datang dari dalam rumahku.
***
          Kemarahanku memuncak, melihat pemandangan paling memuakkan begitu aku menginjakkan kaki di sekolah, Coppelia dan Enzo, berjalan beriringan di lorong sekolah, bukan jenis perjalanan yang membuatku cemburu, karena mereka bahkan tak bergandengan tangan tapi ada chemistry yang tak bisa kujelaskan yang seperti bersinar bagai glitter diantara mereka berdua, mereka terlihat sempurna bersama. Aku tak ingin mengakuinya.
          “Bukan pemandangan indah A?” pertanyaan yang tak perlu kujawab, keluar dari bibir berminyak Nikita.
          “Elo tau jawabannya!” aku menjawab dengan setengah bosan, tak ingin kecemburuanku terlihat jelas.
          “Gue punya ide brillian!”  kata ide dan brillian yang keluar dari mulut Sheza seperti sebuah lelucon parah, definisi dari kedua kata itu, kuyakini pasti tak diketahui otak payahnya. Tapi ternyata aku salah. “Elo masih ingat Alfan? Tunangan Coppelia?” entah mengapa pertanyaannya menggelitik naluriku.
          “Tentu saja” otakku pasti mengingat orang-orang dengan wajah patut dikenang, yeah yeah yeah, Alpan punya mata indah dan bibir yang sempurna untuk dicicipi, bibirnya menggoda dan seksi!
          “Coba tebak, dia ada dimana?” Sheza mulai mengajakku berteka-teki.
          “Zurich, tentu saja!” aku memutar bola mataku.
          “Bukan jawaban yang tepat, sayang”
          Aku dan Nikita bertukar pandangan, Sheza selalu mengesalkan, dan kali ini dia sudah kelewatan.
          “Kalo elo berminat untuk membuat semacam permainan atau yeah…kira-kira merusak permainan dengan menjalankan misi dendam, mungkin elo bakalan suka ide gue! “ Kata-kata Sheza membuatku penasaran.
          Aku melemparkan pandangan mata tak sabaran yang artinya bahwa detik ini juga Sheza harus memberiku jawaban yang sebenarnya, secepatnya! Tatapan mata ini berarti perintah yang tak terbantah!
          Sheza tertawa…mengejek, dan membuat hatiku makin membara. Ada apa dengan si bodoh yang selalu menjadi ekorku?
          “Aimee…elo seperti tube dress mahal yang sudah kehilangan trend, dan jujur gue muak dengan sikap bossy elo yang sok kuasa, gue benci jadi bego di mata elo! Dan sekarang, gue akan menentukan langkah gue sendiri! Elo bukan tuan putri yang segala keinginannya harus terpenuhi! Dan gue bukan lagi tangan kanan elo!” Sheza berbicara dengan cepat dan benar-benar tak pernah terpikirkan abdiku yang paling setia akan menjadi pemberontak bodoh seperti ini.
          “Aimee kidal” sahut Nikita merusak suasana.
          Aku menyadari bahwa Sheza ingin membebaskan diri dariku, pergi meninggalkanku, melepaskan diri dari kekuasaanku, dia pikir dia siapa? Dia hanya si bego yang harus bersyukur karena akulah yang menjadikan dia orang paling berpengaruh di sekolah, walaupun aku tak perlu menyangkal bahwa wajah cantik dan kekayaan ayahnya juga turut serta dalam hal ini, tapi berteman denganku menjadikan dia menegaskan posisinya di tahta sosial kehidupan payah siswa SMA!
          “Oh Sheza sayang…” aku menunjukkan wajah malaikatku. “ Elo berpikir bahwa elo adalah tangan kanan gue?” aku menunjukkan tatapan teduh…” Seperti kata Nikita gue kidal, jadi gue nggak menganggap elo seperti istilah tak harfiah dari tangan kanan, dan apabila elo merasa bahwa gue memperlakukan elo seperti peri rumah dalam cerita Harry Potter, elo jangan lupa siapa elo sebenernya, salah satu pewaris jaringan hotel berbintang di Indonesia”
          Dan lagi-lagi merusak suasanan Nikita dengan tanpa berdosa berkata “Dan elo punya kakak seksi yang selalu pengen gue pacari”
          “Shut up, Niki!” aku berteriak geram, emosi memang tak mudah ditahan.
          “Elo pengen merusak persahabatan yang telah kita bangun bersama?” aku bertanya dengan tatapan protagonisku yang terbaik. “Gue pikir kita saudara perempuan dalam ikatan persahabatan, gue nggak menyangkan bahwa elo menganggap gue sebagai little Hitler sok kuasa penuh kekejaman yang menjadikan diri tak lebih sebagai anak buah yang bisa seenaknya diperintah-perintah ?” aku menatap dalam padanya memberinya keyakinan. “Elo tau Zha, gue sayang sama elo, elo seperti sodara cewek gue, darah kita berbeda tapi ikatan persaudaraan diantara kita lebih kuat dari coklat yang menempel di donat”
          “Berhentilah bermain drama A!” Sheza benar-benar serius “Gue muak jadi bagian dari hidup elo!” Sheza bersiap-siap pergi, dan dia lupa berhadapan dengan siapa, kutahan langkahnya dengan menarik paksa tangannya, sepenuh kekuatan yang kupunya kubuat dia bersandar tak terlepas dari tembok tempatku mengunci tubuhnya. Aku memandangnya, memberinya senyum , membelai pelan rambut ikal panjangnya, menjambaknya hingga dia meringis kesakitan, mengeluarkan air mata dan mulai menyuarakan tangisan permohonan, aku mulai membisikinya dengan kata-kataku yang manis dan berbisa. “Sheza sayang…kamu boleh pergi tapi ingat jangan lupa rahasiamu bisa kubagi ke seluruh negeri…bukan hal yang sulit kalo gue nyebarin fakta menjijikan tentang orientasi seksual yang elo rasakan…elo seorang lesbi! Rahasia bukan lagi rahasia…kalo elo memilih berperang melawan gue, terlalu riskan untuk mengambil strategi yang salah…sayang…” aku memberinya sebuah kecupan sayang di pipi, kurasakan pipinya yang basah dan terasa garam, saat lidahku mencicipinya. Sheza menangis, dan aku meninggalkannya dengan sebuah penyesalan atas kebodohan yang baru saja dia ciptakan.
          Aku menggandeng Nikita mengajaknya pergi, aku tau di belakang kami langkah-langkah kakinya yang bersepatu mahal mengikuti, dan seperti anjing menjilat ludahnya sendiri…dia menawarkan diri untuk berteman lagi, dan menawarkan sebuah penawaran yang berharga untuk sebuah persahabatan yang tak ternilai harganya.
          “Maaf…dan akan kukatakan apa yang bisa kamu lakukan untuk menghancurkan Copelia” ucapan itu terdengar indah menyentuh telinga, dan dengan ketulusan hati sahabat baik, aku berbalik dan memeluknya, memberikan ucapan terima kasih. Pilih berteman denganku atau mati bila mengkhianatiku?

2 komentar: