(Gadis)
Ketika keinginanku terkabulkan
Aku berharap, dulu aku tak pernah
mengucapkan permintaan
Untuk mendapatkan sesuatu kita harus
kehilangan sesuatu. Entah mengapa kata-kata itu terdengar benar dalam otakku,
dan sekarang hatiku dengan marahnya sedang menghakimiku. Okay! Seandainya bisa
berteriak aku akan berteriak, tapi aku adalah seorang “Putri” dan seorang Putri
tidak akan mempermalukan diri. Aku mengaku salah! Aku meminta sesuatu yang
terlalu sulit untuk dipenuhi papaku, kebebasan! Okay aku mendapatkan kebebasan
yang dideklarasikan dalam sebuah kartu mungil bertuliskan tulisan tangan cowok
tak sopan yang baru saja kukenal, tapi aku kehilangan papaku. Dia berjanji
menemuiku saat sarapan, tapi dia tak ada di sana! Dia marah, kecewa dan …mungkin
seperti aku…oh tidak, Papaku tak mungkin ngambek, dia tidak kekanak-kanakan.
Seharian ini dia tak menemuiku, tak
salah jika kepanikanku bertambah parah kan? Tak ada di jam sarapan, makan siang
tak bersamaku, pada saat makan malam pula, dan sekarang, di waktu yang
seharusnya adalah favorite kita berdua, saat dia mengantarku ke dunia mimpi
dengan dongeng-dongeng tentang para putri… oh Tuhan aku merasa bersalah dengan
ungkapan kebencian yang aku teriakkan kemarin malam.
“Papa…” aku memanggilnya dengan lirih,
takkan ada sahutan sayangnya dari balik pintu kamarku. Seperti bocah lima tahun
aku membiarkan diriku menangis di balik selimut. Aku ingat malam-malam di masa
lalu, saat aku gadis kecilnya yang menyenangkan, bukan seperti sekarang, gadis
remaja penuh tuntutan yang menyebalkan. Seandainya hatiku masih sepolos dulu.
“Papa...” big girl don’t cry G!. Dasar bodoh, anak manja sepertiku
menginginkan kehidupan nyata di luar sana? Aku bahkan begini menderita tanpa
papa.
Tak tahu harus melakukan apa, aku
menatap sekilas pada seragam sekolah baruku, yang dikirimkan sore tadi oleh
pihak sekolah, Sekarang ide tentang sekolah dan kehidupan nyata benar-benar
menyiksa, membuatku bersalah, inikah yang harus kutukarkan dengan papaku? Sangat
tak sebanding dan sekarang aku tahu aku sudah memilih, tak mungkin menolak…semoga
ini hanya masalah waktu, dan papa segera kembali kepadaku.
Sepanjang malam aku gelisah, inilah
malam pertamaku tanpa papa, tanpa dongengnya dan pelukan sayangnya. Mataku memaksaku
untuk terus terjaga. Tak tahu harus melakukan apa, aku hanya memain-mainkan
lampu meja, mati, nyala, mati, nyala, mati, nyala, aku merasa seperti orang
gila sekarang. Walaupn jujur bertemu orang gilapun aku belum pernah.
Aku menginginkan dongeng malam ini,
sebuah kisah indah yang bisa menghantarkanku pada mimpi, mungkin kisah indah seperti…
Coppelia.
Coppelia
adalah sebuah boneka cantik jelita, ciptaan seorang genius tua bernama Dr.
Coppelius. Mungkin seperti Geppetto yang menciptakan Pinokio atau juga seperti
Dr, Frankeinstein yang menciptkan si Monster Frankeinsten. Coppelia yang jelita
selalu duduk di atas balkon rumah Dr. Coppelius yang indah, seperti sedang
membaca. Coppelia hanyalah boneka, tapi tak akan ada yang menyangka, pesonanya
mengalahkan para wanita muda, seperti Swanilda yang marah geram padanya, karena
Franz, tunangan Swanilda, jatuh cinta pada Coppelia…
Kisah ini di dongengkan papaku
berulang-ulang, aku selalu meginginkan akhir bahagia untuk Coppelia, alih-alih
si menyebalkan Swanilda, tapi tentu saja, manusia lebih berharga dari boneka,
tapi…kadang aku menganggap aku adalah sebuah boneka, boneka yang diciptakan
papa, oh entahlah. Kantuk tak datang juga, kulirik jam meja di sisiku, pukul
tiga pagi, aku tak pernah tidur sampai selarut ini.
Aku bangun dan membuka jendela, hari
masih gelap, dan kurasakan segarnya udara masuk seperti tangan lembut yang
membelai wajah. Kututup lagi, ada ketakutan, seolah-olah aku melakukan sebuah
kesalahan.
Tak tahu harus melakukan apa, kuputar
musik Leo Delibes-Coppelia Waltz, dan mulai menari, seakan akulah Coppelia,
bagaimanapun aku hanyalah seorang Ballerina yang berakting sebagai Coppelia,
walau sebagian dari kami sama, sama-sama sebuah boneka.
berasa jadi kayak balik ke dongeng2 lama neh
BalasHapus*lanjutt lagiii tinggal dua chap lgi :)
akan ada lagi dongeng2 lainnya lho yak :D hehehe
BalasHapus