Date a girl who reads

Date a girl who reads

Rabu, 20 November 2013

Hukuman Buat Pita


Gambar : di sini

Pita anak nakal! Mereka selalu bilang begitu! Tapi Pita sih nggak sedih, Pita cuma merasa semua anak-anak boleh nakal. Kaaaan....orang gede juga nakal. Ayah pernah bikin mama menangis, ayah nakal! Tante Uwi dan tante Ica ngomongin mama yang jelek-jelek, mereka nakal juga, kan? Tapi kenapa hayo kalo orang gede yang nakal nggak pernah dapat hukumannya? Karena orang gede malu tau! Masa bikin aturan tapi dapat hukuman.
            Praang!!! Gelas susu yang belum sempat Pita minum pecah. Pita ingin susu tapi mama bilang nanti. Pita sudah minta tolong ke tante Ica dan tante Uwi tapi mereka sedang sibuk nonton. Jadi, Pita memutuskan untuk bikin susu sendiri. Ambil bangku buat raih kotak susu di buffet dan ambil satu-satunya gelas yang bersih, tapi Pita tak sengaja ketika siku Pita nyenggol gelasnya. Pita cuma sedang atur keseimbangan biar tak jatuh dari bangku.
            “Tuh kan Pita!” omel tante Uwi “Udah dibilangin kalo minum jangan pake gelas kaca, nah kan pecah!” wajah tante Uwi sekarang berubah seram. Pita lalu membayangkan kepala tante Uwi punya tanduk dan dari sudut bibirnya tiba-tiba ada taring.
             “Pita nakal!” teriaknya, pasti sebentar lagi tante Uwi ambil sapu tapi dengan cepat Pita lari dan dari kejauhan Pita mendengar suara tante Uwi teriak dan nyalahin mama Pita.
Kasihan mama. Padahal ya, mama Pita sekarang lagi repot. Harus rawat adik Pita, Leoni yang lagi pilek dan rewel. Belum lagi mama Pita muntah-muntah terus, soalnya Pita mau punya adik lagi. Pita berdoa, semoga adiknya yang sedang diperut mama adalah adik cowok. Soalnya Pita udah punya adik cewek dan adik cewek itu nggak asyik! Cengeng dan suka merengek, uh juga manja!
            Pita sembunyi di sebelah sofa tua tempat kakek sering membaca kalau sedang berkunjung ke rumah. Di sinilah benteng pertahan Pita. Pita menyimpan barang-barang berharga miliknya. Gambar rumahnya yang dapat tanda paraf dari ibu guru, koleksi karet penghapusnya dan kemeja ayahnya. Ayahnya jarang pulang, jadi kalau Pita kangen, Pita sembunyi di sebelah sofa sambil memakai kemeja itu. Pita selalu berpikir itu cara ayah memeluknya dari jauh.
            “Kalau Pita bandel terus sudah Pita dititip aja di rumah ape Odeng dan ape Ibo!” Itu suara tante Ica. Tante Ica dan dan tante Uwi sedang ngobrol di sofa. Pita menutup mulut, dia ketakutan. Ape Ibo dan ape Odeng itu seperti tante Uwi dan tante Ica dalam versi lebih tua, jadi mereka itu tantenya mama dan saudara-saudaranya. Dan ya ampun mereka galaknya luar biasa. Mereka cerewat dan tua, mereka bau minyak angin dan rambutnya putih. Mereka....mengingatkan Pita akan nenek sihir di dongeng Hensel and Gretel. Ape Ibo dan Ape Odeng itu memang punya rumah mungil yang cantik dan hobi bikin kue, tapi tetap saja....huh! pokoknya Pita nggak mau dititip di sana!
            “Kalau Pita semakin bandel, ya sudah dititip di sana aja!” itu ancaman buat Pita, dalam hati Pita berjanji jadi anak baik. Tapi Pita kadang nggak berniat bandel, hanya kadang banyak hal salah dan itu bikin seolah semuanya adalah gara-gara Pita. Seandainya Nisfi nggak sedang sakit cacar. Pita akan senang dititip dan main sama Nisfi, seandainya tante Ivo dan Mbimbi nggak pindah rumah. Seandainya! Sekarang Pita benci kata seandainya.
***
            “Mulai hari ini Pita janji jadi anak baik! Nggak nakal nggak bandel.” Pita sungguh-sungguh berjanji dalam hati sebelum dia berangkat ke sekolah TK-nya.
            “Maaf sayang, mama nggak bisa antarin Pita ke sekolah, Leoni demam lagi.” Kata mama sambil memasukan bekal ke dalam ransel Pita. “Pita mama titip ke mamanya Gina, ya? Nanti mamanya Gina datang jemput Pita. Pita bisa berangkat bareng Gina dan Mamanya”
Gina? Gina yang gembul dan punya hobi cemberut itu nggak suka dengan Pita. Gina selalu ketakutan kalau ada Pita, mamanya selalu meminta Gina untuk membagi makanannya dan Gina nggak suka itu. Selain itu Gina selalu bilang kalau Pita itu pembohong! Pita bilang kalau selain Nisfi Pita punya seorang sahabat, anak laki-laki bernama Jan. Setahu Gina anak laki-laki teman main Pita adalah sekelompok anak nakal bernama Rizvan, Madon, juga Ical dan Abang, beneran lho nama panggilannya Abang, karena dia adalah kakaknya Ical dan dia murid paling gede di sekolah.
“Jadi, kamu masih nggak percaya kalau aku punya teman namanya Jan?” kata Pita ketika jam istirahat dan mamanya Gina menyuruh mereka bermain bersama.
“Nggak!” Gina tidak tertarik.
“Kenapa kamu nggak percaya?” tanya Pita.
“Karena nggak ada yang namanya Jan, di sini!”
“Pita! Main yuk!” sekelompok anak laki-laki mengajaknya bermain bola. Pita janji jadi anak baik hari ini, kalau main bersama mereka Pita nanti ikut nakal. Pita nggak mau dimusuhi anak-anak cewek.
“Pita mainnya sama Gina dulu, ya.” Jawab Pita dan anak-anak cowok pergi. “Gina, mau kalau Pita ajak main sama Jan?” mata Pita berbinar-binar saat membicarakan Jan. Menurut Pita, Jan anak yang baik sekali.
“Nggak, nggak ada Jan!” teriak Gina.
“Gina, Jan itu ada dia, malah ngajarin Pita nyanyi.” Pita sungguh-sungguh ingin membuktikan keberadaan Jan.
“Nggak percaya!” teriak Gina
“Pita bisa nyanyiin lagu yang diajarin Jan kalau kamu mau.”
“Coba kalau bisa!” Gina menantang.
Ozewiezewoze, wiezewalla, kristalla, Kristoze, wiezewoze, wieze-wies-wies-wies-wies.” Pita menyanyikannya dengan riang tapi Gina terlihat kebingungan.
“Pita tukang bohong!” Gina berteriak dan pergi meninggalkan Pita. Tinggal Pita sendiri yang berjalan ke arah belakang sekolah, ke tempat bangunan tua jaman Belanda. Biasanya ada Jan main di sana. Di gudang tempat buku-buku lama di tumpuk juga mainan-mainan rusak di simpan. Gudang ini adalah surga bagi Pita.
“Jaaaaaaan.” Panggil Pita dan tak lama, anak laki-laki berambut merah berjas hujan kuning muncul dengan wajah setengah mengantuk dan ada cengiran di wajah pucatnya yang berbintik-bintik.
“Gina bilang aku bohong!”Wajah Pita kesal
“Kamu nggak bohong.”Jan tersenyum untuk menenangkan Pita.
“Tapi...”
“Aku suka kamu jadi temanku! Hey aku punya hadiah untuk kamu.” Jan membongkar-bongkar kardus dan mengeluarkan sebuah buku tebal dan berdebu. Jan meniup debunya dan mereka bersin bersamaan. Suara bersin Jan terdengar lucu, dan mereka tertawa. Pita menerima buku yang diberikan Jan dengan wajah bingung.
“Terima kasih Jan. Tapi....kenapa Jan memberikan Pita buku ini?” Pita memutar buku itu, sampul depan dan sampul belakang berwarna cokelat kusam. Bukunya juga berat dan Pita tidak mengerti kata-kata di buku itu.
“Baiklah!” Jan duduk di samping Pita dan mengambil buku dari pangkuan Pita. Jan membuka halaman paling akhir dan menunjukkan pojok bawah buku yang dipenuhi tulisan kecil dan rapat. Tahukah kamu apa yang Pita lihat di sana? Jan menggambar wajah Pita! Wajah mungil Pita yang sedang tersenyum, dan Pita pun tersenyum.
“Mau lihat yang lebih hebat?” tanya Jan.
“Yaps!” Pita mengangguk-angguk bersemangat.
Jan menahan halaman-halaman buku dengan ibu jari kanannya lalu membiarkan lembar demi lembar terlepas satu persatu dan gambar Pita dalam berbagai ekspresi, terlihat seperti dalam film animasi hitam putih.
Pita tertawa-tawa gembira dan berseru hore berkali-kali. Tapi diluar sana semua orang panik, sejak istirahat Pita tak terlihat di halaman sekolah. Pita juga tidak masuk kelas Pita tidak tahu semua orang cemas mencari Pita, sekolah sudah usai dan Pita belum ditemukan!
Akhirnya Pak Ardi menemukan Pita di gudang sekolah dan Pita segera dipertemukan mamanya yang cemas. Mama terlihat marah tapi tak bicara, di perjalanan pulang Pita cerita tentang Jan dan hadiahnya, tapi mama seperti Gina mereka tak percaya Jan ada, itu membuat Pita sedih, tapi itu tak lebih buruk karena sekarang Pita dihukum, Pita dititip di rumah ape Odeng dan ape Ibo.

***
Pita terjebak dengan dua nenek tua. Sekarang Pita berada di meja makan dan harus menghabiskan sepiring penuh nasi dengan aneka sayuran dan ikan goreng. Pita lebih suka nasi dengan ayam goreng dan kecap, tapi Pita nggak bisa memilih.
“Kalau Pita habiskan isi piringnya sampai tak bersisa ape janji akan bikinkan Pita kue.” Kata Ape Odeng, tapi bukan janji ape Odeng  yang bikin Pita mengangguk namun pelototan mata ape Ibo. Sebenarnya rasa sayur dan ikan goreng nggak buruk-buruk amat, cukup enak kok dan sehat kayak kata Ape Ibo.
Dan, seperti janji Ape Odeng setelah makan dia membuatkan Pita kue, tapi huwek! Kue macam apa coba...? atau tebak aja bagaimana rasanya! Ketika dua gelas tepung terigu dicampur segelas garam? Dicampur air ditambah minyak goreng! Pita merasa mual, tapi ape Odeng tetap saja membentuknya menjadi adonan lembut, lalu ...adonan itu dibagi jadi lima macam  dan diberikan pewarna makanan; Pink, Ungu, Biru, Kuning dan Hijau. Adonannya cantik sih tapi....kue ini pasti bakal bikin Pita muntah-muntah.
Tapi anehnya, ada aroma kue yang baru habis dipanggang dan benar saja ape Ibo mengeluarkan beberapa loyang kue warna-warni yang wanginya enak sekali.
“Yuk, kita bikin bolu gulung Pelangi! Ape yang beneran Pita dengan adonan dari Plastisin Mainan ya.” ajak Ape Ibo dan betapa lucunya ketika pikiran Pita salah, dan Pita mengetahuinya setelah ape Odeng memberikan adonan yang baru saja dibuatnya untuk Pita. Dengan malu-malu Pita mengambil adonan jatahnyanya dan meniru cara membuat kue Bolu Gulung Pelangi betulan dari kedua ape-nya. Jadi, mereka membuat kue bersama-sama.
Setelahnya, Pita dan kedua apenya menikmati kue di halaman depan. Bolu Gulung Pelanginya enak sekali, sambil menikmati kue Pita bertanya. “Ape percaya kalau aku punya teman namanya Jan? Mereka nggak percaya mungkin karena mereka belum pernah ketemu Jan.”
“Tidak semua yang tak terlihat itu tak ada.”Kata Ape Odeng.
“Jadi ape percaya?”
Kedua Apenya mengangguk.
“Boleh kuenya Pita bagi dengan Jan?”tanya Pita bersemangat.
“Kue plastisinnya boleh, tapi kue benerannya Pita bisa bagi dengan Leoni, Pita nggak pernah main sama Leoni, kan? Mungkin sekarang Pita harus lebih sering berbagi dan bermain bersama Leony. Teman bisa datang dan Pergi tapi saudara selamanya.” Jelas ape Ibo.
Pita mengangguk mengerti, dia merasa bersalah pada Leoni karena tak pernah bermain bersamanya. Dan pada akhirnya Pita bilang “Terima kasih untuk hukumannya.” Ada senyuman di bibir Pita secerah binar matanya yang indah. Hukuman buat Pita ternyata tak seburuk pikirannya.

 ::::The End::::

3 komentar: