Date a girl who reads

Date a girl who reads

Sabtu, 21 Januari 2012

Rahasia Gadis (34)


(Aimee)

Apa yang tengah terjadi pada kehidupanku? Aku seperti pada titik terendah kewarasanku. Hidup yang kujalani sebetulnya bukan di bumi, tapi di neraka, setelah ibuku, kini Enzo-pun berubah bentuk menjadi iblis.

Aku memandang wajahku di cermin kecil yang baru saja kuaambil dari kotak make up-ku, aku hampir saja tak mengenali diriku sendiri. Wajahku terlihat nyaris seperti Vampire, hanya saja tak menawan seperti makhluk immortal rupawan itu pada umumnya, tapi yang jelas aku memiliki kesamaan kulit yang pucat dan ditambah penampilan yang sedikit berantakan, yeah ini semua akibat hidupku yang tiba-tiba saja begitu memuakkan. Kuambil beberapa pil yang berhasil membuat otakku tetap berjalan rasional, menelannya dan berharap segalanya akan baik-baik saja. Aku keluar dari mobil dan bersiap-siap menjalani kehidupan yang semestinya.
***
Sheza menungguku di depan kelas, dengan wajah ceria seperti biasa. Bagaimana bisa dia memasang ekspresi bahagia permanent di wajahnya? aku tau jawabannya! mereka yang punya otak idiot diberi kelebihan untuk tak terlalu memusingkan hal-hal yang tak mampu digapai otaknya. Jawaban yang benar! Aku harus memuji kejeniusanku.
Morning baby” dia menyapaku
Aku memilih mengabaikannya dan merasakan bahwa aku lebih memilih berada di duniaku sendiri saat ini, tak ingin dibebani apapun, tak ingin terusik apapun.
“Gue dapet mangsa, gue tau elo bosan!” tiba-tiba saja kalimat itu membuatku antusias. “Kita bisa ciptakan permainan di kala bosan! Kalo-kalo elo pengen menghilangkan kejenuhan, sekolah emang membosankan, gue tau, elo sedang luar biasa bête! Gue mesti telepon Nikita agar kita bisa bersenang-senang tanpa mengilangkan kekompakan” Sheza sudah berbicara panjang lebar di bangku kosong di depanku.
“Halo Niki, gimana? Target operasi kita sudah mulai masuk sekolah?” dia tersenyum sambil berbicara di ponselnya yang terlalu canggih untuk dipahami otak lemotnya, tapi jangan tanyakan untuk masalah kejahatan, otak Sheza akan bisa berjalan secerdas otak penjahat perang yang tanpa ampunan.
“Kabar baiknya, kita bakalan punya sesuatu untuk menghilangkan bosan, di jam terakhir tepat sebelum kita pulang sekolah.” Bisiknya dengan kelicikan sempurna.
Aku mengangguk, terlalu malas untuk membuka mulut dan menumpahkan kata-kata. Bel berdering nyaring, jam pertama, jika bukan Matematika pastilah Bahasa Indonesia, atau mungkin Fisika…oh bisa jadi Sejarah, tapi sejujurnya aku tak peduli, aku punya rencana lain. Kuputuskan untuk keluar dari kelas dan mungkin bisa menghisap beberapa batang rokok di toilet siswa.

2 komentar: